Sabtu, Maret 6

renungan hidup

Hari ini ulang tahun pernikahan papa dan mama. Sejak sore mereka pergi dan akan makan malam di luar. Aku ingin membuat kue tart dari resep yang kudapat di sebuah majalah. Setelah dua belas tahun, inilah pertama kalinya aku belajar membuat kue.

Aku akan mencoba membuat kue terbaik untuk kupersembahkan kepada papa dan mama di hari istimewa ini. Aku sudah membeli semua bahan yang diperlukan dan begitu mobil yang dikendarai apa dan mama keluar dari pagar rumah, aku segera berlari ke dapur untuk membuat kue.

Aku sangat sibuk dengan kueku sehingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Hari sudah malam dan mungkin sebentar lagi papa dan mama akan pulang. Aku mengangkat kueku dari oven. Aku mencicipinya dan lapisan luarnya terasa agak pahit karena gosong.

Aku menarik nafas sambil memandang dapur yang berantakan. Blender dan mixer yang kotor, ada tepung yang bertaburan di lantai dan meja, ditambah lagi dengan mangkok-mangkok kotor yang belum sempat kubereskan, dan sebagainya.

Mana yang lebih dahulu harus kukerjakan, apakah menyelesaikan lapisan coklat di kueku atau membereskan dapur yang berantakan. Akhirnya aku memutuskan untuk menyelesaikan kueku. Ketika kueku selesai, aku mendengar suara mobil memasuki halaman rumah.

Aku segera mematikan lampu dan berharap ketika papa dan mama masuk ke dapur akan senang dengan kejutanku. Benar saja, papa dan mama berjalan berdampingan menuju dapur dan ketika mereka sampai di pintu, aku menyalakan lampu sambil berteriak, “SURPRISE …!”

Mereka tersenyum dan aku memeluk mereka sambil mengucapkan selamat atas pernikahan indah mereka. Namun beberapa saat kemudian raut wajah mama berubah dan mama menjadi marah. “Coba lihat, apa yang sudah kau perbuat di dapur ini sehingga sangat berantakan. Sudah berapa kali mama katakan kepadamu untuk segera merapihkan sendiri segala sesuatu yang sudah kau buat menjadi kacau”

“Tetapi Ma …”

Belum sempat aku menjelaskan semuanya, mama sudah berpaling berjalan menuju kamarnya sambil berkata, “Seharusnya mama mengawasimu merapikan semua ini sekarang juga, tetapi sekarang mama sedang kesal. Besok pagi mama mau semuanya sudah rapih.”

“Sayang, coba lihat ke meja itu,” kata papa mencoba meredakan amarah mama.

“Aku tahu bahwa meja itu juga sangat berantakan dan aku juga tidak akan tahan melihatnya,” kata mama sambil berjalan.

Aku dan papa hanya terdiam. Aku menangis dan memeluk papa sambil berkata, “Pa, bahkan mama tidak melirik sedikit pun ke kue itu.”

Papa membelai rambutku sambil berkata, “Sayang, banyak orang tua menderita penyakit situational timberculer glaucoba - ketidakmampuan melihat gambaran secara menyeluruh karena terpengaruh oleh hal-hal kecil, dan itu yang terjadi kepada mama. Besok setelah mama tahu kau membuat kue untuknya, hatinya pasti akan terharu.”

Kita seringkali gagal melihat motivasi baik yang terbungkus oleh suatu keadaan yang buruk. Situational timberculer glaucoba membutakan kita sehingga kita tidak bisa melihat bentuk cinta kasih atau penghargaan yang dipersiapkan oleh orang-orang yang kita kasihi. Ada seorang ibu yang mencubit anaknya hingga memar karena anaknya memecahkan dua buah piring yang akan dicucinya. Manakah yang lebih berharga, terbentuknya kerajinan anak atau harga dua buah piring yang pecah itu ?

Jangan lukai perasaan orang yang kita kasihi karena hal-hal yang kecil, telusuri motivasi awal mereka ketika melakukan suatu hal kemudian bimbing mereka untuk melakukannya dengan cara yang lebih baik.

itu sekedar renungan untuk kita gan.bahwa dibalik kesalahan ato pencelaan pasti ad keindahan yang tertanam.


sumber

0 komentar:

Posting Komentar